Nilai Ungkapan 'Tabeq Walar' (Permisi) Dalam Kearifan Lokal Suku Sasak Lombok


Seiring berjalannya waktu tatanan budaya dan nilai kearifan lokal masyarakat pulau Lombok yang dikenal dengan suku Sasak  tampaknya sedikit demi sedikit  mulai terkikis oleh westernisasi dan segala hal yang di balut dengan kata 'modernisasi'. 

Sendi-sendi kehidupan yang terkait dengan moralitas dan akhlak yang di bangun secara arif oleh nenek moyang suku Sasak itu sendiri nampaknya mulai luntur dan terabaikan oleh generasi masa kini walaupun saat ini sebagian mereka sudah berstatus tua karena kebetulan sudah memiliki pasangan dan keturunan.

 Ironisnya apa yang diajarkan oleh generasi terdahulu kepada mereka ternyata kadangkala tidak dilanjutkan secara estafet   untuk diajarkan kepada anak-anak mereka. Sebagai contoh sederhana adanya semacam kearifan lokal suku Sasak berupa selalu mengucapkan "tabeq walar" sambil membungkukkan badan ketika lewat di depan teman sebayanya yang sedang duduk atau lebih-lebih kalau lewat di depan para tetua dan umumya lewat di depan rumah orang lain. 

Terlepas dari apakah ada atau tidak tuan rumah itu di dalam rumahnya sendiri tetap orang yang lewat tersebut mengucap tabek walar setidaknya menyambungnya dengan mengatakan ' tabeq walar, ite liwat juluq' (permisi, saya numpang lewat)

Sepintas mungkin kita menilai bahwa kalimat singkat 'tabeq walar' hanyalah sekedar kata isyarat untuk mengatakan kata 'permisi'  dalam versi bahasa Indonesia. Namun lebih dari itu kalimat tersebut kalau ditelaah lebih jauh merupakan pelajaran awal mengenai dasar etika, akhlak atau moralitas yang harus diamalkan dan diajarkan oleh setiap orang tua kepada anaknya  secara berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya.

 Ucapan tabeq walar ini  dianggap  sebagai  suatu ciri  bahwa siapapun yang mendawamkan atau membiasakan mengucapkannya itu pertanda bahwa orang itu memiliki nilai akhlak atau sopan santun yang tinggi, disisi lain juga sebagai pertanda bahwa sejatinya manusia memiliki harkat dan martabat yang mulia maka  tentunya harus tetap menjaga akhlak atau moralitas kepada sesama manusianya persis seperti yang telah di contohkan  oleh Nabi Muhammad SAW.

Orang orang tua pada zaman dahulu atau kita  sebut saja nenek moyang suku Sasak di pulau Lombok yang lazim dikenal dengan 'Pulau Seribu Masjid' ini biasanya secara praktis mengambil kesimpulan alam menilai akhlak atau moral seseorang  cukup hanya dengan melihat apakah orang tersebut dikenal baik dalam kesehariannya dan terbiasa mengucap atau mengamalkan kalimat  'tabeq walar' atau tidak, apabila seseorang tidak mengucap "tabeq walar' ketika sedang lewat di depan orang tua atau lewat di depan rumah salah seorang dari mereka  maka orang itu dinilai dan dianggap tidak memiliki etika sopan santun yang dalam istilah mereka disebut tidak memiliki 'tertib tapsila'.

Mereka menjadikan tradisi kearifan lokal tabeq walar ini sebagai bentuk penilaian  etika paling dasar  (basic moral value) yang berlaku bagi  populasi masyarakat yang ada di pulau Lombok secara khususnya maupun berlaku juga bagi setiap pendatang dari luar daerah walaupun sebagian dari masyarakat Sasak  masih bisa maklum karena anggapan bahwa yang datang dari luar daerah belum sepenuhnya mengetahui adat istiadat dan kearifan lokal yang berlaku secara keseluruhan di seantero pulau Lombok NTB. 


 

Posting Komentar

0 Komentar