Adanya Maulid Adat di Bayan Kabupaten Lombok Utara (KLU) memang merupakan sebuah kegiatan adat yang sudah diadakan secara turun temurun di desa setempat. Lazimnya peringatan Maulid yang terdapat di Bayan Lombok Utara itu ( disebut Mulud Adat Bayan). Adapun Peringatan tentang Maulid Nabi Muhammad SAW dilaksanakan masyarakat desa Bayan sebagai salah satu bentuk rasa ta'zhim wal ikhtirom (pengagungan dan penghormatan) kepada Rasulullah SAW sebagai Nabi akhir zaman yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Sedangkan peringatan kegiatan Maulid adat Bayan ini dilangsungkan dalam dua hari setelah Peringatan Maulid Nabi SAW dengan jadwal yang telah diatur sebelumnya.
Waktu Pelaksanaan
Tradisi Peringatan Maulid adat Bayan adalah agenda tahunan bagi masyarakat desa Bayan kabupaten Lombok Utara untuk berupaya terus meningkatkan dan melestarikan budaya khas dari kebiasaan (adat) istiadat masyarakat setempat yang masih tetap eksis sampai pada saat ini.
Umumnya Tradisi Maulid di pulau Lombok memiliki perhitungan tersendiri tanpa harus menghususkannya pada tanggal 12 Rabi'ul Awal walaupun pelaksanaannya dilakukan pada hari dan tanggal yang berbeda tetapi tetap yang di peringati adalah hari senin tanggal 12 Rabi'ul Awal sesuai dengan hari kelahiran Baginda Rasulullah SAW termasuk dalam setiap penyampaian pengajian, taushiyah dan ceramah oleh para tokoh agama diseantero pulau Lombok . Sedangkan di desa Bayan Prosesi yang disebut maulid adat ini diadakan tepat dua hari sesudah ketetapan menurut Kalender Islam yaitu tanggal 12 Rabi'ul Awal, yaitu sekitar tanggal 14 hingga 15 Rabi’ul Awal. Jauh sebelumnya Masyarakat Adat Sasak Bayan sudah mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan maulif tersebut sebelum menggelarnya secara budaya sesuai menurut tradisi setempat, dimana umumnya mereka menyebutnya dengan sebutan 'mulud Adat'
Rangkaian Acara
Tradisi ini berlangsung sekitar dua hari. Hari pertama merupakan persiapan segala bahan makanan termasuk mempersiapkan piranti upacara lainnya yang disebut “kayu aiq”. Kemudian pada hari yang kedua biasanya diisi dengan rangkaian doa dan makan-makan secara bersama yang berpusat di Masjid Kuno Bayan Yang berumur ratusan Tahun itu. Kemudian yang melaksanakan kegiatan adat ini terdiri dari berbagai desa di Kabupaten Lombok Utara diantaranya seperti desa Anyar, Desa Loloan, Desa Sukadana, Desa Senaru, Karang Bajo dan Desa Bayan sebagai induknya. Desa-desa tersebut sudah menjadi suatu ragam kesatuan untuk wilayah adat yang sudah terbiasa melakukan kegiatan Mulud Adat dan bisa dikatakan sudah menjadi komunitas wilayah adat Bayan Kabupaten Lombok Utara.
Di pagi hari pada hari pertama, masyarakat Adat Bayan segera menuju ke Kampu desa untuk menyerahkan berbagai hasil bumi mereka kepada Inan Menik sebagai tanda dan wujud syukur kepada Tuhan atas keberhasilan panen mereka. Inan Menik (sebutan bagi yang bertugas menjaga dan mengolah beras atau nasi ) kemudian mengolahnya dan menyajikannya kepada para tokoh mulai dari kyai, penghulu, dan tokoh adat dan hal ini dilakukan pada pada hari puncak perayaan Mulud Adat tersebut. Nanti, Inan Menik inilah yang akan penandaan dengan menandai dahi semua warga dengan mamah atau mamaq terbuat dari daun campuran daun sirih, buah pinang dan kapur sirih yang dalam ritual adat sasak maupun adat sendiri ini disebut menyembek.Lalu kemudian , masyarakat secara bersama membersihkan balen unggun (tempat sekam/dedak) dan balen tempan (tempat alat penumbuk padi), sertatak lupa membersihkan rantok (tempat menumbuk padi).
Prosesi lalu dilanjutkan dengan membersihkan tempat Gendang Gerantung dan kemudian beberapa orang menjemput Gamelan Gendang Gerantung tersebut . Setelah gendang gerantung itu tiba, dilaksanakanlah ritual atau acara penyambutan dengan cara 'ngaturan lekes buaq' (menyuguhkan sirih dan pinang) sebagai tanda rangkaian acara Mulud Adat telah dimulai.
Prosesi menumbuk ketika Maulid Adat Bayan ini dilakukan di daerah setempat dengan perhitungan waktu yang disebut 'gugur kembang waru' (Saat gugurnya bunga waru) sekitar pada pukul 15.30. Kaum wanita pun mulai menumbuk padi bersamaan dengan mengikuti irama dari alat musik tempan yang terbuat dari bambu panjang yang di ayun dan hempaskan. Padi itu ditumbuk pada sebuah lesung seukuran perahu nelayan yang disebut menutu (menumbuk). Pada saat bersamaan pula, musik gamelan mengiringi ritual dalam mencari bambu tutul dijadikan tiang umbul-umbul (Penjor) yang dipajang pada setiap pojok Masjid Kuno Bayan. Khusus untuk rirual ini hanya diikuti oleh laki-laki yang dipimpin seorang pemangku atau malokaq penguban setelah direstui terlebih dahulu oleh Inan Menik.
0 Komentar