Kita semua sebagai guru atau orang tua pasti dan Pernah memarahi anak, tetapi kalau kita terlalu sering melakukan itu, kita semestinya segera menghentikannya, sebab awalnya memang maksud dan niat kita untuk mengajari kebaikan atau sesuatu yang benar pada diri anak namun tak mesti harus menggunakan kata-kata kasar bernada tinggi atau marah. Salah seorang Pegiat Perlindungan Anak sekaligus merupakan Pendiri Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), yakni Diena Haryana mengatakan bahwa menggunakan kata atau kalimat dengan nada tinggi atau marah pada anak justru akan berdampak secara otomatis membuat suatu pola guratan pada otak si anak.
Nah, Pola guratan yang ada di otak anak inilah yang akan terbentuk menjadi lebih dominan nantinya ketika mulai berangsur dewasa lalu kemudian menjadi watak bawaan yang melekat sulit terhapus, kapan ini akan terjadi? apabila kebiasaan-kebiasaan tersebut telah tertanam kuat dalam pikiran dan ingatan sang anak.
Umpamanya saja kita mengajarkan pada anak meletakkan sebuah handuk setelah selesai mandi. Ketika hari pertama mungkin bisa diterapkan dengan baik, kemudian hari kedua anak mulai lupa, maka kita harus mengingatkannya lagi. Kalau anak lupa lagi, tetap terus kita ingatkan kembali hingga pada akhirnya menjadi kebiasaan yang baik pada diri anak tersebut. Hal semacam ini tentu akan menimbulkan guratan yang positif pada otak si anak , sehingga memiliki kebiasaan baik dan moral yang tinggi.
Sebaliknya apabila orang tua mulai membiasakan marah pada anak dengan perkataan dan tindakan yang kasar maka akan ada perkembangan lain yang nantinya akan terjadi, amarah ini hanya akan membuat anak selalu merasa takut dan tidak bisa fokus untuk berpikir dan melakukan sesuatu. Kalau kita sebagai guru atau oran tua selalu marah pada anak-anak maka guratan pada otak si anak isinya hanya ada pikiran “mama marah atau papa marah" Jadi bukan kebiasaan baik yang akan tertanam, justru sebaliknya malah rasa ketakutan,” lalu ketika guratan-guratan pada otak si anak terbentuk dari sebab amarah semacam ini ada tiga kriteria bentuk reaksi yang bisa akan terlihat pada anak yaitu aktif, pasif & pasif agresif.
Adapun perilaku aktif tersebut terlihat ketika anak menjadi berwatak keras seperti orang gurunya atau orang tuanya, kemudian perilaku pasif akan terjadi ketika anak mulai merasa tidak percaya diri rasa percaya diri (self confidence) hilang dari dalam dirinya lalu cenderung merasa cemas dan takut, Perilaku pasif agresif terjadi ditandai dengan anak mulai berubah menjadi pendiam namun bila merasa marah maka akan diluapkannya rasa amarahnya itu dengan luar biasa, dengan ekspresi mengamuk dan menangis sejadi-jadinya dan sulit untuk mau di diamkan. Apabila sudah terjadi hal seperti ini maka anak akan mencari tempat pelarian atau tidak bisa di diamkan oleh guru atau orang tuanya, pelarian dimaksud bisa positif dan jadi momen belajar sesuatu untuk bisa tenang atau sebaliknya negatif berupa anak akan melakukan hal dan tindakan- tindakan diluar dugaan guru atau orang tuanya contohnya seperti seorang anak yang menembak temannya yang pernah terjadi di Amerika.
0 Komentar